Her Words: I have waited for so long

Hari itu aku pergi ke pelabuhan untuk menanti seorang yang sangat berarti buatku. Aku tiba dan menunggu kedatangannya. Setiap sosok yang terlihat serasa memberiku seberkas harapan, laksana rasa dahaga yang hilang setelah menghabisi segelas besar air dingin. Namun, pengharapan itu hilang begitu kutersadar kalau ternyata mereka hanyalah manusia-manusia asing yang tak kukenal, yang berjalan lalu dari pandanganku.

Ke manakah wanita hebat itu?

Aku merindukan kedatangannya sejak sekitar 180 hari yang silam, namun ketika harapan itu terasa semakin dekat, ia malah menjauh. Jarum pendek yang biasanya lamban terasa cepat. 1 jam.. 2 jam..

Aku lelah. Tuhan yang Maha Tahu, berikanlah aku beberapa informasi. Pertemukan aku dengannya. Biarlah aku melihat wajah sukacitanya. Antrian taksi yang biasanya sepanjang kereta api Argolawu, sekarang telah berubah menjadi miniaturnya, seirinig berjalannya waktu.

Aku berdiri dengan pikiran yang dipenuhi oleh harapan-harapan kosong. Nihil. Dia tak ada di sana. Mungkinkah beliau menghilang di tengah-tengah kerumunan orang banyak? Rasanya tidak. Jarum panjang dan jarum pendek hampir bersatu. Sebentar lagi tengah malam. Ketidaknyamanan melanda perasaanku. Resah. Gelisah. Kelelahan.

Aku melangkahkan kakiku menjauhi tempat terang benderang penuh dengan suara dengungan sukacita manusia-manusia lalu. Jauh. Menjauh. Apa sih tujuan semua ini? Semuanya sirna. Harapanku hilang, menguap begitu saja dan bersatu dengan angin malam. Penantianku berakhir pada kekecewaan. Kekecewaanku melangkahkanku menuju sebuah tempat yang kurasa bisa memberiku rasa nyaman yang telah hilang.

Selamat datang di rumah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 comments: